Sabtu, 28 Mei 2016

Persaudaraan



Ngone doka dai loko/Ahu yo ma fara-fara/ Si rubu-rubu yo ma moi-moi/Doka saya rako moi.  

Sengaja saya kutip sebuah Dalil Moro, yakni bentuk puisi sastera lama dalam sastra Ternate yang merupakan warisan nenek moyang yang telah merasuk dan dihayati, hingga patut ditaati.

Isi dan pengertian syair Dalil Moro diatas adalah tentang hakikat kehidupan manusia, bahwa setiap individu masyarakat dituntut dapat menempatkan dirinya dalam masyarakat serta mampu menciptakan suasana keragaman yang dapat menjalin ikatan antara sesama manusia dalam hubungan kekeluargaan sampai ke dalam kelompok yang besar, masyarakat.

Dalil Moro tersebut jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia akan berbunyi:  Kita bagaikan kembang di padang rumput/Tumbuh dan hidup terpencar-pencar/Terhimpun dalam satu genggaman/Bagaikan hiasan seikat kembang.

Maka pada hemat saya dalil Moro tersebut selaras dengan firman Allah SWT sebagaimana QS. Ali ‘Imran, 3:103: “Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi ujung neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk”.

Di dalam Al-Qur’an, Allah memerintahkan orang-orang beriman untuk menganggap dan mencintai satu sama lain sebagai saudara sendiri, bersikap memaafkan dan memberi perlindungan, serta benar-benar menghindari perpecahan, ketidakutuhan, dan percerai-beraian.

Ajaran Islam mengharuskan kaum muslim untuk tidak pernah melupakan bahwa mereka semua adalah bersaudara. Apa pun sukunya, bahasa atau golongan yang seseorang miliki, sesungguhnya setiap muslim adalah saudara. Hal mana selaras dengan wasiat para leluhur kita sebagaimana saya kutip dalam Dalil Moro di atas. Oleh karena itu semua perbedaan harus kita hargai dan kita sikapi sebagai sumber kekayaan dan bukan sebagai sumber pertikaian dan perpecahan.

Ajaran Islam memberi petunjuk kepada kita bahwa persaudaraan dan kesetiakawanan merupakan salah satu ajaran islam yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena pada dasarnya manusia itu adalah mahluk sosial sekaligus mahluk individu.

Mengapa demikian? Karena kehidupan ini tak selamanya sejalan dengan apa yang diinginkan oleh manusia. Suatu ketika manusia menderita sakit, mengalami sesuatu yang menakutkan, dan pada saat yang lain mendapatkan kegembiraan dan kesenangan. Kejadian yang demikian menunjukkan bahwa manusia memerlukan pelindung, memerlukan tempat memohon dan memerlukan tempat berterima kasih, manusia sangat tergantung kepada manusia lainnya. Oleh karena itu hubungan antar manusia perlu diatur, agar tidak terjadi benturan-benturan yang tidak diinginkan. 

Islam telah memberi tuntutan dalam hal-hal yang berkaitan dengan kesetiakawanan sosial. Islam mencanangkan kehidupan yang harus lebih mengutamakan kepentingan bersama dari pada kepentingan diri sendiri sebagaimana yang telah di contohkn oleh Rasulullah SAW. Beliau telah mampu menciptakan hubungan harmonis antar kaum Muhajirin dan kaum Anshor. Bahkan beliau sukses membangun konsep dan tatanan sosial yang kokoh diantara berbagai suku, bangsa dan agama di Kota Madinah melalui sebuah pakta yang kita kenal sebagai Piagam Madinah.

Sebenarnya, prinsip di atas sudah kita ketahui dan pahami. Sayang beribu sayang, entah mengapa praktik kehidupan sehari-hari berbeda dari seharusnya. Dalam hemat saya, hal ini mungkin terjadi karena kita merasa sudah cukup dengan kondisi yang penting canggih berteori, berpidato, berdalih, berdebat dan berargumen dengan tujuan pokok agar orang lain tahu kita pandai dan hebat. 

Mungkin kita merasa bahwa suku ini lebih terpadang dari suku itu. Golongan ini adalah pahlawan dan golongan lainnya adalah pecundang. Etnis ini lebih berhak daripada etnis itu baik secara politik maupun pemerintahan dan lain sebagainya, sehingga timbullah bentutan-benturan sosial dalam tatanan masyarakat.

Padahal, jika setiap orang mau menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas dengan kesadaran nurani, maka mereka akan memahami bahwa hal yang lebih diutamakan adalah menahan diri dari perselisihan tak berkesudahan dan menegakkan sebuah persatuan yang didasarkan pada nilai-nilai Al-Qur'an.

Sebagai manusia Maluku Utara dan terutama sebagai muslim, kita harus mengesampingkan berbagai perselisihan karena sesungguhnya kita adalah "bersaudara. Muslim yang tulus wajib berterima kasih kepada Allah SWT atas nikmat persaudaraan ini serta mematuhi perintah-Nya “untuk tidak bercerai-berai”, sehingga dapat memberikan teladan yang mencerminkan sosok Islam yang sebenarnya beserta cita-citanya. Karena persatuan orang-orang yang beriman adalah karunia dan rahmat dari Allah Yang Mahakuasa.

Disamping itu,  sebagai seorang muslim kita perlu menjaga kepentingan dan kehormatan saudara sesama muslim dan mempertahankannya pada waktu ketiadaannya. Ini termasuklah kepentingan-kepentingan seperti harta, urusan kerja dan sebagainya sebagaimana sabda Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam dari Abu Hurairah Radiallahuanhu yang bermaksud: "Orang mukmin adalah cermin orang mukmin yang lain, dan orang mukmin adalah saudara orang mukmin yang lain dia akan mempertahankan kepentingan dan mengawalnya dari belakang."

Nenek moyang kita pun secara cerdas telah mewariskan indahnya persaudaraan itu di dalam untaian kalimat sastra berbentuk Dalil Moro yang kembali saya kutip sebagai penutup tulisan pendek ini. (Ino fo ma oki mayang/Ma oki mayang no toma titi ino/Giki uwa ngone bato, Fo maku gasa ira afa).  

Jadi mari kita berpadu hati/Berpadu hati seperti mayang sejak dahulu/ Jikalau orang lain tidak, tentulah kita/Janganlah hidup saling bermusuhan.(*)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar