Minggu, 07 Agustus 2016

Buruk Rupa APBD Kita



Apabila kita menelaah APBD baik provinsi maupun kabupaten/kota di Maluku Utara, ada dua hal yang secara kasar dapat langsung terlihat. Pertama, APBD cenderung defisit. Kedua, belanja langsung (belanja pembangunan) lebih kecil dibandingkan dengan belanja tidak langsung (belanja pegawai).

Dua hal tersebut baru pada pembacaan secara kasar terhadap dokumen APBD. Jika kita telaah lebih mendalam, ternyata dalam belanja langsung masih terdapat komponen belanja pegawai yang besarnya rata-rata berkisar 11%. Ini artinya, lebih dari 70% belanja APBD adalah untuk belanja pegawai. Hal ini jelas menjadikan APBD tidak sehat.

Ketika melihat dua fenomena dalam APBD tersebut, pertanyaannya adalah dari mana defisit APBD itu akan ditutup? Pertama, apakah Pemda akan berutang? Kedua, apakah Pemda meningkatkan PAD yang bersumber dari retribusi dan pajak? 

Jika pilihan kedua yang diambil, harus dilakukan dengan bijaksana agar tidak membunuh iklim usaha kecil dan menengah yang banyak menopang ekonomi masyarakat serta jangan menaikkan retribusi pada layanan masyarakat, misalnya layanan kesehatan.

Apabila pilihan pertama yang diambil, konsekuensinya adalah semakin berkurangnya belanja untuk publik pada tahun berikutnya karena harus membayar utang daerah, dan ini berimplikasi pada semakin surutnya pembangunan. Pilihan ini juga akan berdampak pada kenaikan pajak dan retribusi dalam rangka mengejar target PAD untuk menutup utang tersebut.

Adakah pilihan lain untuk menyehatkan APBD? Sebenarnya ada beberapa hal (selain dua hal di atas) yang dapat dilakukan oleh Pemda. Pertama, Pemda menjual aset-asetnya pada swasta, namun ini bukanlah pilihan bijaksana. Penjualan aset bukan perkara mudah. Kedua, mengoptimalkan potensi daerah yang dapat dijadikan sumber PAD, misalnya dengan optimalisasi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Ketiga, menghemat belanja pegawai. Sebagaimana diungkapkan di atas, belanja pegawai dalam APBD lebih dari 70%. Selain untuk gaji pokok juga untuk tunjangan dan honorarium. Gaji adalah hak normatif pegawai, dan tunjangan adalah juga hak pegawai sebagaimana diatur dalam PP No 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Namun, nilai tunjangan harus disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah.

Keempat, menunda (moratorium) rekrutmen pegawai baru. Rekrutmen PNS bukan kewajiban yang harus selalu dilakukan oleh Pemda pada setiap tahun. Hal ini harus didasarkan pada analisis atas kebutuhan pegawai dengan rasio jumlah penduduk di daerah tersebut.

Kelima, menekan kebocoran anggaran. Semakin minimal anggaran yang bocor maka dapat dilakukan penghematan anggaran. Pada saat ini hampir selalu dapat dipastikan bahwa proyek pembangunan yang dijalankan pemerintah selalu mengalami kebocoran. 

Kebocoran anggaran dapat ditekan dan diminimalisasi ketika pemerintah memiliki integritas dalam pengelolaan keuangan daerah. Dengan integritas tersebut akan tercipta akuntablitas pengelolaan keuangan daerah. Akuntabilitas dapat dicapai ketika ada transparansi dalam pelaksanaan pembangunan dengan melibatkan masyarakat dalam pengawasan.

Agenda selajutnya adalah mendorong dan memberikan ruang kepada masyarakat dalam mengawasi pembangunan. Ini bisa dilakukan dengan memberikan ruang dan mekanisme pengaduan serta penanganan pengaduan yang jelas. Masyarakat ketika mengawasi dan menemukan beberapa hal yang tidak wajar dalam pelaksanaan pembangunan dapat melaporkan temuannya tersebut.

Selama ini ruang partisipasi masyarakat dalam pengawasan telah dibuka, namun masih setengah hati. Masyarakat dapat mengawasi, akan tetapi ketika menemukan beberapa hal yang tidak wajar mengalami kebingungan ke mana akan mengadukan atau melaporkan temuan itu. Pola dan mekanisme ini yang harus dibenahi.

Beberapa alternatif solusi dalam rangka penyehatan APBD tersebut hanya dapat berjalan jika dan hanya jika ada kemauan dan kemampuan pemerintah daerah dengan didukung oleh segenap elemen masyarakat. Tanpa itu semua, upaya yang dilakukan hanya berkutat pada proses dan takkan membuahkan hasil yang optimal. (*)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar