Kamis, 05 Oktober 2017

Lima Puisi Tentang Aceh





1. Krueng Daroy: Pulang Ragu Tak Pulang Rindu

ada jejak yang masih tersisa dari cerita masa lalu
bagai lekuk krueng daroy yang mengular di tengah kota
dahulu disana, rindu pernah kita tata pernah kita bina
sebelum segala mengabur bangai kupi sanger kekurangan gula
lupa kita pada hikayat yang lama mengapung di dalam dada

ada deru yang alpa kita tabuh dari gelagat di musim hujan
yang menjadikan keruh sungai matamu di subuh itu
ketika dermaga di ujung krueng daroy telah sepi
dari nelayan dan pembeli ikan yang bertaruh nasib
ketika fajar mati terperangkap. di gelas kopi dan terlanjur basi

ada luka yang masih tersisa dari cerita masa lalu
bagai lengking serunai kale yang merobek gendang telinga
ketika ragu begitu dingin meriwayatkan rindu
sebab kita telah terlajur memperuncing kuku
untuk pertikaian yang lebih menggebu di ujung waktu

ada degup yang alpa kita tangkup dari gelagat di riak air
yang menjadikan luruh derai airmatamu di subuh itu
ketika kapal menolak berlabuh dan memilih berlalu
akulah nelayan tua itu yang menolak waktu
pulang ragu tak pulang rindu. entah kamu
krueng daroy tetap saja diam membisu

            Ciputat, 13 September 2017



2. Lelaki Di Tepi Krueng Raya

tak perlu kau bertanya lagi tentang lelaki laut
yang pernah memelukmu di tepi Krueng Raya
setahun lalu dia berlayar membelah samudera – mencari
pesan jejak nenek moyang yang karam bersama taufan

tanda matanya adalah jejak kesetiaan yang ia simpan
di dalam kamar. di bilik suci peraduan
berharap setia engkau jaga agar tak karam
bahtera rumah tangga
entah ia di samudera mana – memimpikanmu
di bawah wajah bulan yang bersemu malu-malu

tak perlu kau bertanya lagi tentang lelaki laut
yang terakhir kau antar menaiki kapal di tepi Krueng Raya
takdirnya sudah begitu sejak jaman moyang dahulu
hanya padamu segala ngilu ia sandarkan sepenuh kalbu
asal setia engkau menunggu

Ciputat, 18 September 2017




3. Kepada Liza: Aceh Tetap Ada Pun Kita

liza. jangan kau bilang kita kini sedang mengecat langit
sebab cita-cita memang harus digantungkan setinggi bintang
meski di batok kepala mereka yang pernah kokang senjata
kesejahteraan hanya milik mereka. tidak untuk rakyat. apalagi kita
sebab katanya merekalah yang  paling berjasa dan bertarung nyawa
percayalah bahwa aceh tetap tegak di hati setiap orang
di sepanjang tepian selat malaka

liza. lihatlah baiturrahman yang lebih mengkilap dari biasa
jalan-jalan yang membelah rimba. dari kuta raja sampai ke langsa
kereta api yang kembali menyala dan mobil-mobil
yang banyaknya luar biasa. meski engkau masih saja menaiki sepeda
bendera merah yang mengangkasa meski kini berganti nama
separuh darah separuh nyawa buat mereka di empuknya sofa
tapi aceh tak akan binasa. percaya saja takdir kuasa

liza. tiada perlu engkau bertanya. bahwa dari balik pintu dan jendela
para janda dan anak yatim telah paripurna diurus negara
sebab darah dan nyawa para syuhada sudah lunas mereka bayar
dengan secarik kertas bernama kuasa pengganti senjata
dari kantor-kantor besar di kuta raja sampai ke gampong di lam laga
sebab katanya mereka yang paling berjasa. kokang senjata bertaruh nyawa
tapi aceh tak akan binasa. tegak ia di dada jelata dan para janda

liza. jangan kau katakan bahwa kita kini sedang mengecat langit
karena tak ada yang pupus dari harapan para endatu
setiap lagu berjuang dahulu bagai nyanyian buluh perindu
ke haribaan para pendahulu. begitu pesan teuku di tiro
agar mereka tak sia-sia mati terbunuh. pun kita yang kini hidup


            Ciputat, 15 September 2017



4. Aceh Sebuah Hati

damee di aceh
dame di hati
berbilang tahun belum juga kita bertemu
makam hijau tua. rindang dedaun kamboja

damailah damai
damailah dalam tidur panjangmu anakku
tanah para syuhada lebih rindu memelukmu
dibanding aku ayahmu
selalu ada seutas rindu yang menuntunku mengenangmu
sekujur waktu  tiada jemu

damee di aceh
damee di hati
berbilang waktu tiada jemu rindu padamu
makam hijau tua harum bunga kamboja

damailah damai
damailah dalam tidur panjangmu maulanaku
para syuhada terlampau rindu bersamamu
jauh disini tiada jemu aku memelukmu
selalu ada setampuk doa mengiring nafasku
entah kapan ada alamat untuk bertemu

damee di aceh
damee di hati
sampai akhir segala nanti

            Ciputat, 13 September 2017


5. Aceh Di Dering Telponku

ku terima juga kabar dari pulau seberang
dari perempuan yang dahulu hampir kupinang
“aku kini telah beranak dua bang”
tapi cintaku pada abang tiada jua hilang
begitu di layar kaca huruf-huruf pada berbilang
menyusul telpon genggamku berdering
pada pagi yang masih bening

ku terima kabar juga dari pulau seberang
dari seorang kawan yang dulu berperang
“kami kini tak juga senang bang
banyak pejuang tiada lagi berhati lapang
begitu di layar kaca huruf-huruf  tiada berpantang
seturut telepon genggamku berbunyi nyaring
pada siang yang kian bising

ku terima juga kabar dari pulau seberang
dari kawan yang dulu seiring
“hidup di aceh bikin aku merinding”
semua kawan menjadi bajing sibuk menggunting
begitu di layar kaca huruf-huruf menggelinding
seikut telpon genggamku bersuara miring  
pada senja yang bikin pusing


            Ciputat, 13 September 2017
           



 

 




4 komentar: