1. Krueng Daroy:
Pulang Ragu Tak Pulang Rindu
ada
jejak yang masih tersisa dari cerita masa lalu
bagai
lekuk krueng daroy yang mengular di tengah kota
dahulu
disana, rindu pernah kita tata pernah kita bina
sebelum
segala mengabur bangai kupi sanger kekurangan gula
lupa
kita pada hikayat yang lama mengapung di dalam dada
ada
deru yang alpa kita tabuh dari gelagat di musim hujan
yang
menjadikan keruh sungai matamu di subuh itu
ketika
dermaga di ujung krueng daroy telah sepi
dari
nelayan dan pembeli ikan yang bertaruh nasib
ketika
fajar mati terperangkap. di gelas kopi dan terlanjur basi
ada
luka yang masih tersisa dari cerita masa lalu
bagai
lengking serunai kale yang merobek gendang telinga
ketika
ragu begitu dingin meriwayatkan rindu
sebab
kita telah terlajur memperuncing kuku
untuk
pertikaian yang lebih menggebu di ujung waktu
ada
degup yang alpa kita tangkup dari gelagat di riak air
yang
menjadikan luruh derai airmatamu di subuh itu
ketika
kapal menolak berlabuh dan memilih berlalu
akulah
nelayan tua itu yang menolak waktu
pulang
ragu tak pulang rindu. entah kamu
krueng
daroy tetap saja diam membisu
Ciputat, 13 September 2017
2. Lelaki Di Tepi
Krueng Raya
tak
perlu kau bertanya lagi tentang lelaki laut
yang
pernah memelukmu di tepi Krueng Raya
setahun
lalu dia berlayar membelah samudera – mencari
pesan
jejak nenek moyang yang karam bersama taufan
tanda
matanya adalah jejak kesetiaan yang ia simpan
di
dalam kamar. di bilik suci peraduan
berharap
setia engkau jaga agar tak karam
bahtera
rumah tangga
entah
ia di samudera mana – memimpikanmu
di
bawah wajah bulan yang bersemu malu-malu
tak
perlu kau bertanya lagi tentang lelaki laut
yang
terakhir kau antar menaiki kapal di tepi Krueng Raya
takdirnya
sudah begitu sejak jaman moyang dahulu
hanya
padamu segala ngilu ia sandarkan sepenuh kalbu
asal
setia engkau menunggu
Ciputat,
18 September 2017
3. Kepada Liza:
Aceh Tetap Ada Pun Kita
liza.
jangan kau bilang kita kini sedang mengecat langit
sebab
cita-cita memang harus digantungkan setinggi bintang
meski
di batok kepala mereka yang pernah kokang senjata
kesejahteraan
hanya milik mereka. tidak untuk rakyat. apalagi kita
sebab
katanya merekalah yang paling berjasa
dan bertarung nyawa
percayalah
bahwa aceh tetap tegak di hati setiap orang
di
sepanjang tepian selat malaka
liza.
lihatlah baiturrahman yang lebih mengkilap dari biasa
jalan-jalan
yang membelah rimba. dari kuta raja sampai ke langsa
kereta
api yang kembali menyala dan mobil-mobil
yang
banyaknya luar biasa. meski engkau masih saja menaiki sepeda
bendera
merah yang mengangkasa meski kini berganti nama
separuh
darah separuh nyawa buat mereka di empuknya sofa
tapi
aceh tak akan binasa. percaya saja takdir kuasa
liza.
tiada perlu engkau bertanya. bahwa dari balik pintu dan jendela
para
janda dan anak yatim telah paripurna diurus negara
sebab
darah dan nyawa para syuhada sudah lunas mereka bayar
dengan
secarik kertas bernama kuasa pengganti senjata
dari
kantor-kantor besar di kuta raja sampai ke gampong di lam laga
sebab
katanya mereka yang paling berjasa. kokang senjata bertaruh nyawa
tapi
aceh tak akan binasa. tegak ia di dada jelata dan para janda
liza.
jangan kau katakan bahwa kita kini sedang mengecat langit
karena
tak ada yang pupus dari harapan para endatu
setiap
lagu berjuang dahulu bagai nyanyian buluh perindu
ke
haribaan para pendahulu. begitu pesan teuku di tiro
agar
mereka tak sia-sia mati terbunuh. pun kita yang kini hidup
Ciputat,
15 September 2017
4. Aceh Sebuah Hati
damee
di aceh
dame
di hati
berbilang
tahun belum juga kita bertemu
makam
hijau tua. rindang dedaun kamboja
damailah
damai
damailah
dalam tidur panjangmu anakku
tanah
para syuhada lebih rindu memelukmu
dibanding
aku ayahmu
selalu
ada seutas rindu yang menuntunku mengenangmu
sekujur
waktu tiada jemu
damee
di aceh
damee
di hati
berbilang
waktu tiada jemu rindu padamu
makam
hijau tua harum bunga kamboja
damailah
damai
damailah
dalam tidur panjangmu maulanaku
para
syuhada terlampau rindu bersamamu
jauh
disini tiada jemu aku memelukmu
selalu
ada setampuk doa mengiring nafasku
entah
kapan ada alamat untuk bertemu
damee
di aceh
damee
di hati
sampai
akhir segala nanti
Ciputat,
13 September 2017
5. Aceh Di Dering
Telponku
ku
terima juga kabar dari pulau seberang
dari
perempuan yang dahulu hampir kupinang
“aku
kini telah beranak dua bang”
tapi
cintaku pada abang tiada jua hilang
begitu
di layar kaca huruf-huruf pada berbilang
menyusul
telpon genggamku berdering
pada
pagi yang masih bening
ku
terima kabar juga dari pulau seberang
dari
seorang kawan yang dulu berperang
“kami
kini tak juga senang bang”
banyak
pejuang tiada lagi berhati lapang
begitu
di layar kaca huruf-huruf tiada
berpantang
seturut
telepon genggamku berbunyi nyaring
pada
siang yang kian bising
ku
terima juga kabar dari pulau seberang
dari
kawan yang dulu seiring
“hidup
di aceh bikin aku merinding”
semua
kawan menjadi bajing sibuk menggunting
begitu
di layar kaca huruf-huruf menggelinding
seikut
telpon genggamku bersuara miring
pada
senja yang bikin pusing
Ciputat,
13 September 2017
Siapa mengingkari rindu
BalasHapusKetika menggebu
Mantap eee
BalasHapusWuiiihhhh... Pulang lah
BalasHapusParah kali rindumu kutengok
Bereeeh
BalasHapus