Ternyata sepanjang kepenyairan saya hanya ada segini Puisi yang saya tulis di bulan Juni.
Puisi-Puisi ini saya rangkum dari Enam Antologi Puisi dan Satu Manuskript yang sementara proses cetak, dalam kurun waktu 2001 - 2016. (bukunya seperti di banner)
1. Sajak Kelelawar
Ketika malam
meluruhkan selendang
Akulah kelelawar
menuju lautan
Menggarami nasib
yang lama digerus mentari
Membasuh luka
juga dahaga
Mencari ayat-ayat
yang terkurung seperti mutiara
Lautan-Mu
rerimbun kuasa yang mencatat ombak
Hempasan gelombang
dan luruh badai
Dari mana perahu
Nuh melajukan nasib
Dari mana Musa
membelahnya dengan tongkat
Akulah perahu
Akulah buih
Kemanapun Kau
lemparkan nasib
Kepada-Mu
Aku pasti kembali
Banda Aceh, 4 Juni 2007
2. Menanam Bara
Detak sepatumu
kini tiada
Hanya kuntum
bunga di atas meja
Tanpa aroma
apalagi rasa
Baru kucuri dari
pagar istana
Angin mati aura
Kau membalut luka
Menanam bara di
lautan air mata
Banda Aceh, 12 Juni 2007
3. Menuju Firdaus
Siapa mencari
debu tak dapat emas
Siapa mencari
syariat tak sampai makhrifat
Menuju kesana
bekal kita hanya airmata
Maka berlayarlah
di lautan-KU
Mata air menuju
firdaus
Tempat dimana
sungai-sungai mengalir madu
Banda Aceh, 14 Juni 2007
5. Kesepian Adalah Jalan Menuju
Menggigil aku
menulis puisi
Kuasa-MU
melingkar memanggil pulang
Kesepian adalah
jalan menuju
Menapak tangga
aroma-Mu pelangi
Berkapal sunyi
lautan-Mu asin lentera
Menggigil aku
menulis puisi
Di bawah kursi-Mu
segala yang ada pasti kembali
Banda Aceh, 15 Juni 2007
02.0 dini hari
6. Lelaki Penunggang Angin
Aku lelaki
menunggang angin
Jangan tunggu di
tikungan jalan
Kata-kata hanya
suara
Para nelayan
menabur jala
Ikan-ikan
menunggu ajal
Kau menari
diantara karang
Jika puisi
membuat merana
Maafkan aku tak
sempat membaca
Banda
Aceh, 19 Juni 2007
7. Sajak Lautan Sajadah
Lautan adalah
hamparan sajadah menapaki makhrifat-MU
Di wajah
kesadaran yang Kau titipkan lewat rinai hujan
Air mata
meninggikan derajat beberapa doa
Malam adalah
jerat antara surga dan neraka
Diantara huruf
Kaf dan Nun yang menjelma gedung-gedung
Kebebalan serupa
batu cadas yang luruh di tetesan wudhu
Pada penghabisan
kesekian dari sujud di Kursimu
Alif Lam Mim
bersekutu sebagai janji
Sebagai Adam yang
mentahmidkan cahaya
Lautan adalah
hamparan huruf-huruf mengeja ayat-MU
Seperti tangis
yang menunggu di pintu rahim
Usai berikrar
meniti nasib
Banda Aceh, 20 Juni 2007
8. Dua Lelaki Pemabuk dan Sarang Lebah Madu
Hudan dan Saut
saling bersahut, maut
Lelaki ikan dan
dia yang bicara dengan Tuhan
Saling memberi dan berbagi kemabukan
Sebagai teks sebagai tubuh maupun busa, bir atau laut
Tapi dimanakah jantung lebah ratu itu
Saling memberi dan berbagi kemabukan
Sebagai teks sebagai tubuh maupun busa, bir atau laut
Tapi dimanakah jantung lebah ratu itu
Benarkah dia menyimpan madu?
Bagi pelaut
kemabukan adalah sahabat
Ketika ombak
menghantam maupun perahu merapat
Entah di dermaga
mana, adakah mereka mencari madu? barangkali
Bagi para pelaut
kemabukan adalah bahagia dalam sejarah kehidupan
Lalu untuk apa mengunci
diri apalagi di hadapan pembaca
Barangkali cuma
sang lebah ratu yang tahu
Kenapa dia
mengunci diri di tengah sarang-sarang madu
Mari tuan angkat gelasmu lagi, biar laut menggenangi seluruh kata
Mari tuan angkat gelasmu lagi, biar laut menggenangi seluruh kata
Agar kita termabuk-mabuk bicara dengan Tuhan
Banda Aceh, 10 Juni 2008
9. Ternate Malam Hari dan Lelaki
yang Sendiri
Ada bulan di bingkai jendela
Tersipu malu memandang bumi
Sayup suara gala dan dentang tifa
Meniupkan lagu masa dahulu
Nanar hatiku mendekap rindu
Pada kekasih di ujung waktu
Ternate yang sunyi di malam hari
Menikam lelaki dalam sendiri, ah nyeri
Ternate,
6 Juni 2009
*Gala=alat musik tiup seperti
seruling
10. Semakin Gagu Menghidu Asin
Kepada malamlah salam kegelapan hendak dikirimkan
Sebagai tanda akan berpisah tanpa pelukan dan tanda mata
Lelaki yang lama meninggalkan pantai semakin gagu
menghidu asin
Lalu alamat menjadi kelabu lantaran bahu terus merapuh
Kepada malamlah bintang-bintang melumatkan takdir
Tentang rindu yang lama tersingkir
Lalu awan menggunting cahaya ke dalam gelap bayangan
malam
Tanpa matahati tiada harapan mengakrabkan jemari
Berlayar sendiri sama saja mengaramkan mimpi
Laju perahu tak lagi berarti entah kemana dan tak kembali
Ternate,
5 Juni 2009
12. Karena Pintu Kau Buka Dua
Mestinya hujan sore ini mampu membilas segala luka
Tetapi ngilu terus menusuk membawa bisa di ekor pari
Lebamnya wajah Ternate adalah lebam di dada lelaki
Airmata terus menjala hingga membanjir ke jalanan kota
Sesat yang kau hela
dengan khianat antara kita
Begitu terbaca di gerak suara, dusta kau tuang ke dalam
piala
Lalu mengabur segala asa juga akad yang lama kujaga
Letihku merawat rindu adalah liur duniawi pada mulutmu
Melelehkan dendam birahimu hingga detik berpisah waktu
Dalam kemabukan mencari dunia, menari-nari di antara
gulita
Tetes-tetes dosa tak mampu kuseka karena pintu kau buka
dua
Ternate, 17 Juni 2009
13. Vina Dad Mon Para Moya*
Kubaca jejak kakimu di bebatuan kota Ternate
Senyuman yang dulu kau sematkan di tepi Danau Tolire
Masih tersimpan di reribun daunan pala
Lalu angin pantai Sulamadaha memapah kita
Pada harum dekapan mata, masihkah ada rasa?
Malam ini ingin kuraba wajahmu pada pasi bulan Juni
Tapi jejak yang kau tinggal telah menghitam di Batu Angus
Sebagai prasasti dan tanda kenang menjadi kelam
Rindu yang tersia
telah melahar di dada Gamalama
Segera setelah ini hanya asin laut yang menjadikannya mati
Selamat jalan kekasih hati, vina dad mon para moya
Ternate, 18 Juni 2009
* Bahasa Daerah Sula Kepulauan
* vina dad mon para moya=
Perempuan bukan engkau saja
14. Pada Suatu Jum’at
Di batas sebuah takbir
Dari sujud paling akhir
Desahku begitu fakir
Ternate,
19 Juni 2009
15. Malam di Teras Masjid
Sebaris doa
Linang air mata
Aku menghampa
Memujamu sepenuh nyawa
Ternate, 26 Juni 2009
16. Tiada Alamat Pulang
Aku mencarimu diantara debu dan deru kendaraan kota
Kucari dirimu di taman-taman sepi di pantai-pantai
berpasir
Di malam-malam panjang dan siang yang membakar
Senja tak jua mempertemukan kita seperti dahulu di tanah
Fansuri
Juga di kota yang terakhir kau singgahi. Aku disini
Malam kelam, gerhana terpanjang
Terlampau lama kamu menyimpan dendam
Andai amarah tak terlanjur menyala, bahtera ini tak
mungkin karam
Aku mencarimu di laut-laut sepi, di pantai-pantai sunyi
Ikan dan udang tak menghampiri. burung-burung memilih
pergi
Bahkan disini, di kota yang lama kutinggal pergi
Malam kelam, gerhana terpanjang
Harapanku hilang, tiada alamat kembali pulang
Makassar, 15
Juni 2011
17. Di Tubuhmu Rindu
angin malam suaraku Daud
lagukan padanya nyanyian rindu
supaya merenung supaya melamun
air mengalir Adam tubuhku
diam menghadap Yusuf wajahku
datanglah cepat dekaplah lekas
harimau birahi datang melamun
dialah aku ya latif, akulah dia ya latif
ular berbisa datang menyimak
dialah aku ya latif, dia dan aku ya latif
alayka mahabbatan minnii walitushna’a
hanya padaku: o… hanya padaku
kasih sayang datang melimpah
serupa Adam kepada Hawa
serupa Yusuf kepada Zulaikha
suaraku Daud di tubuhmu rindu
Ternate, 26 Juni 2011
18. Kepada Perempuan
yang Menyimpan Api
bila masih kau simpan namaku, naiklah ke
atas perahu
ini waktunya bila ingin pulang ke laut
rumah dimana batubatu bersemayamkan
rindu
biar nyala api dari
percikan hutan di musim kering itu
tak sampai hangus membakar
dirimu
bila masih kau simpan namaku di belukar rindu
datanglah berserta sedumu, sebab laut
adalah rumahku
tempat mengubur segala pilu, alamat
pulang segala yang tabu
dan bila masih ada sedikit waktu
ijinkan kupetik mimpi tentangmu sebelum
maut
bila nanti kayuhku terlanjut berhenti
Ternate, 12
Juni 2013
19. Karma
bulan separuh di perutmu
ketika malam datang menghantam
kini menjelma helai mayang
bertunas separuh jalang
jadikan kenangan serupa duri pandan
menyekat bagai paku
kubunuh kau bila rindu ini tak mengakar padamu
umpatmu dengan nafas setajam peluru
berangkatlah selagi nafas masih mungkin
ucapmu ketika itu di ujung senja paling abu
lalu aku berbegas melepas bahu
sembilan arah angin segera aku gagahi
tetapi sepi meremas mimpi-mimpi
kau tahu anakmu telah melaju
bersisian perahu, amarahnya menderu
luka betina yang kutinggalkan separuh purnama
di perutmu, kini terlanjur api.
aku tahu engkau mengirimnya untuk menguburku
seperti janjimu ketika itu di ujung senja paling abu
Ternate, 16 Juni 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar