”Keinginan Adalah Sumber Penderitaan.” – Seperti Matahari, (Iwan Fals).
Mungkin sudah lumrah sebagian kita memandang bahwa harta benda merupakan
alat untuk mengukuhkan identitas sosial yang sangat penting dalam kehidupan.
Kekayaan harta bendawi telah menjadi tolok ukur kebahagiaan, kepuasan, dan
kenikmatan hidup.
Secara kasat mata, harta benda memang telah mencukupi hidup dan kepuasan
kita, namun apakah semua harta benda itu “benar-benar” mencukupi hidup kita?
Atau jangan-jangan semua itu hanya kepuasan semu? Masihkah ada yang ingin kita
capai? Karena terkadang kita tidak pernah merasa cukup dengan semua itu, kita
terus saja menumpuk harta kekayaan, mengejar ambisi jabatan, status sosial, dan
lain sebagainya. Sebenarnya apa yang kita cari?
Ambisi dan keinginan benar-benar telah membutakan kita. Tidak sedikit dari
kita yang ketika kesulitan dan kesengsaraan melanda hidup, kita berusaha
memohon mati-matian kepada Allah untuk keluar dari kesulitan tersebut, namun
ketika Tuhan melimpahkan rezekinya, kita kemudian berpaling dari-Nya, kita
seakan menjadi orang yang tidak sadar karena dimabuk harta yang berlimpah.
Bukankah itu berarti kita telah berlaku curang? Sungguh kerdil dan tamaknya
manusia.
Allah SWT ”menyindir” mereka sebagai “orang-orang yang tidak sadar” yaitu orang-orang yang menjadikan harta benda sebagai tolok ukur kekayaannya. Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa), Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar. (QS. Al-Mukminun: 55-56).
Mengapa kita begitu tamak dan tidak pernah merasa puas? Mengapa kita tidak
pernah merasa cukup dan tidak pernah merasa bahagia dengan apa yang telah kita
miliki? Mari kita merenung sejenak dan
tanyakan semuanya itu kepada hati kita. Apakah kita sudah mengenalnya? Apakah
kita pernah “berdialog” dengannya? Apakah kita sudah merawatnya seperti kita
merawat harta benda duniawi kita?.
Hati harus dipahami, karena hati adalah alat yang dapat kita gunakan untuk
mengkonter nafsu keinginan kita. Dengan memahami hati, kita akan memiliki “rem”
untuk membatasi keinginan, nafsu, ambisi yang terkadang membutakan mata kita.
Keinginan selalu terbawa dalam mimpi kita, membuat kita mencari bagaimana
caranya mewujudkan keinginan itu dengan cara apa pun, dan tanpa kita sadari
sebenarnya kita telah menjadi budak ambisi yang sampai kapan pun tak kan pernah
usai.
Keinginan akan terus membuat kita menjadi makhluk yang tak pernah merasa
puas berambisi, penuh kegelisahan, dan hidup menjadi tidak tenang, bahkan tanpa
sadar melupakan Allah SWT. Keinginan yang belum atau tidak tercapai akan
menekan batin kita, ujungnya stres berat, jalan pintas lalu menjadi pilihan.
Mencuri, menipu, merampok, membunuh, korupsi, dan lain sebagainya.
Orang-orang yang terus melayani nafsunya, meskipun hidup dalam gelimang
kemewahan dan kekayaan, sejatinya mereka tidak selalu merasakan bahagia. Mereka
yang masih tetap merasa kekurangan adalah orang-orang yang kaya dalam
kemiskinan, karena tidak pernah merasa cukup dan puas dengan apa yang mereka
miliki.
Maka, berlindunglah kepada Allah SWT dari semua itu, mari sapa hati kita,
batasilah keinginan kita, bersyukurlah dengan apa yang kita miliki sekarang
ini, niscaya kita akan menjadi orang yang bijak dalam menggunakan rezeki yang
telah diberikan Allah SWT. Cobalah menerapkan hidup sederhana dan selalu merasa
cukup (kanaah), jangan berlebih-lebihan, sebab Allah SWT tidak suka orang yang
berlebih-lebihan.
Kekayaan bukanlah banyaknya harta, bukan kemewahan, atau menumpuknya uang.
Tapi kekayaan itu terletak di dalam hati yang selalu dirawat dan dijaga.
Seseorang yang berusaha ikhlas dan merasa cukup atas apa yang dimilikinya, maka
sesungguhnya dialah orang yang kaya walaupun ia hidup dalam kesederhanaan dan
keterbatasan.
“Sesungguhnya kekayaan itu bukanlah terletak pada banyaknya keluasan dan
kelebihan. Hakikat dari kekayaan sesungguhnya adalah kayanya hati (jiwa).”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Sekali lagi, kekayaan hati akan membatasi ambisi dan keinginan-keinginan
yang membuat kita menderita, jauh dari cinta, dan bahkan menjauhkan kita dari
Allah SWT. Memang betul adanya, bahwa keinginan adalah sumber penderitaan,
seperti kata Iwan Fals.
Jadi, silakan pilih: Hidup bermewah-mewahan punya segalanya tapi sengsara,
atau hidup sederhana, nggak punya apa-apa tapi banyak cinta. Begitu kata
Slank. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar