Minggu, 12 Juni 2016

PUASA



“Hai orang-orang yang beriman. Diwajibkan kepada kamu puasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang yang sebelum kamu,supaya kamu menjadi orang-orang yang bertaqwa.” (QS.al-Baqarah:183)


Puasa menurut syariat ialah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkannya, seperti makan, minum, hubungan kelamin, dan sebagainya, semenjak terbit fajar sampai terbenamnya matahari, dengan disertai niat ibadah kepada Allah, karena mengharapkan ridho-Nya dan menyiapkan diri guna meningkatkan taqwa kepada-Nya.

Ayat puasa sebagaimana saya kutip diatas, dimulai dengan firman Allah: ”Hai orang-orang yang beriman” dan disudahi dengan:” Mudah-mudahan kamu menjadi orang yang bertaqwa.”Jadi jelaslah bagi kita puasa Ramadhan berdasarkan keimanan dan ketaqwaan.

Untuk menjadi orang yang beriman dan bertaqwa, Allah SWT member kita kesempatan selama bulan Ramadhan untuk melatih diri. Menahan hawa nafsu kita dari makan dan minum, melakukan hubungan suami-istri disiang hari, menahan diri dari perkataan dan perbuatan yang sia-sia, seperti berkata bohong, fitnah dan tipu daya, dengki dan khianat dan berbagai perbuatan jahat lainnya.

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya puasa adalah perisai. Apabila salah seorang di antara kamu berpuasa maka jangan berkata kotor dan jangan bertindak bodoh. Jika ada seseorang menyerang atau mencaci, katakanlah “sesungguhnya aku sedang berpuasa, sesungguhnya aku berpuasa.”

Sesungguhnya ibadah Puasa Ramadhan bertujuan membentuk manusia beriman agar bertaqwa. Itulah pesan yang terdapat dalam, surat Al Baqarah ayat 183 yang menjadi landasan hukum wajibnya berpuasa bagi umat Islam pada setiap datangnya bulan Ramadhan.

Puasa Ramadhan akan membersihkan rohani kita dengan menanamkan perasaan kesabaran, kasih sayang, pemurah, berkata benar, ikhlas, disiplin, terthindar dari sifat tamak dan rakus, percaya pada diri sendiri, dsb. Potensi ibadah puasa untuk mengantarkan kita menjadi manusia-manusia taqwa sangat mungkin dan terbuka luas. Karena Ramadhan adalah ”kampus rehabilitasi spritual” yang seyogyanya dapat disinergikan dengan upaya kita untuk melepaskan diri dari sikap-sikap hewani. 

Melalui ibadah Puasa di bulan Ramadhan, Allah SWT sebenarnya menguji sekaligus memberi pelajaran kejujuran yang luar biasa kepada manusia. Sebab, tidak ada kurikulum pendidikan di dunia yang mampu menandingi proses pembentukan kejujuran seperti Puasa Ramadhan. 

Melalui Puasa Ramadhan, manusia diajarkan untuk mampu menahan diri dari sesuatu yang bahkan halal. Ramadhan mendidik kita untuk menjadi pribadi muslim yang jujur. Orang berpuasa, tantangan terbesar adalah ketika kejujurannya dipaksa bertarung dengan segala bentuk keinginan yang kebanyakan pada bulan lainnya adalah halal. 

Akan tetapi, sepiring nasi dan segelas air yang halal, miliknya sendiri, tidak akan dimakannya ketika puasa karena ia harus jujur kepada Allah SWT, Malaikat dan Rasul-Nya. Ia tetap sabar menahan lapar dan haus hingga tiba waktu berbuka. Sepasang suami isteri, sabar menahan nafsu birahinya ketika siang hari karena itu adalah haram. Suami-isteri itu berjuang dengan penuh kejujuran kepada Illahi untuk tidak melakukan hubungan intim di siang hari karena tengah menjalankan ibadah puasa. Mereka berdua tetap tabah menunggu hingga waktu malam menjelma.

Jadi apabila setiap pribadi muslim, terpanggil untuk menunaikan ibadah puasa kerena cahaya iman, niscaya ia tidak hanya sekedar mendapatkan haus dan lapar dari puasanya itu, melainkan dia akan mendapatkan sebuah benteng kejujuran batin (disamping fadhilah-fadhilah yang lain) yang tidak ada bandingannya sebagaimana yang telah dijanjikan Allah SWT selama Ramadhan.

Ramadhan mampu mendidik manusia untuk menjadi pribadi yang takut kepada Allah SWT di mana pun ia berada. Andai ia menjadi pejabat publik, maka ia akan dan tetap menjadi pejabat yang bersih dari kecurangan. Bila ia menjadi wakil rakyat, maka ia pun adalah sosok yang jujur dan amanah. Intinya, semua manusia mampu menjadi pribadi yang jujur.

Lalu bagaimana sesungguhnya pemahaman kita sebagai sosok muslim tentang defenisi puasa dan sikap kita kita terutama sebagai pemimpini?  Ternyata, pada praktiknya belum ada korelasi antara ke-Sholehan dan keberagamaan kita dengan pengingkaran terhadap amanah dan tanggungjawab yang diberikan rakyat, karena laku ibadah masih sebatas ”seremonial” atau ”ritual” semata!. Sholat rajin, korupsi jalan terus. Puasa oke, makan rakyat pe doi me oke. Haji tara barenti me zalim sama deng meki.

Oleh karena itu, Saya kira Ramadhan kali ini wajib kita jadikan sebagai momentum kebangkitan gerakan hati nurani di Maluku Utara. Bahwa Ramadhan tahun ini akan memperbaiki birokrasi kita untuk lebih jujur, sehingga mereka mampu menolak setiap bentuk praktik curang. Bahwa Ramadhan kali ini  mampu menumbuhkan budaya anti korupsi dalam tatanan masyarakat kita.

Ada satu riwayat dari Hasan bin Abul Hasan Bashri. Suatu hari ia melewati suatu kaum yang tengah tertawa. Melihat itu ia berkata, “Sesungguhnya Allah menjadikan bulan Ramadhan sebagai arena perlombaan melakukan keta’atan bagi makhluk-Nya. Kemudian ada orang yang berlomba hingga menang dan ada pula yang tertinggal lalu kecewa. Tetapi yang sangat mengherankan ialah pemain yang tertawa di saat orang-orang berpacu meraih kemenangan.” Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Puasa adalah amanah maka hendaklah salah seorang di antara kamu menjaga amanahnya.” (HR. Al-Kharaithi dan Sanadnya Hasan).

Selamat menunaikan Ibadah puasa, semoga seluruh amal ibadah kita selama bulan Ramadhan diterima di sisi Allah SWT dengan menjauhkan kita dari segala perbuatan yang merusaknya. Amin(*).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar