Minggu, 18 September 2016

Kaum Muda, Tongkat Musa Perubahan Maluku Utara



Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya, “Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun.” (QS Al Kahfi: 60)

Dari perspektif ini ‘murid’ menunjukkan bahwa ketika melakukan sesuatu, kita seharusnya mencari bantuan dari orang-orang muda dan bekerja sama dengan mereka.
Orang-orang muda harus dimotivasi untuk menggunakan energi, gairah, kekuatan, ambisi, dan semangat mereka untuk perbuatan yang terbaik untuk meraih rahmat Allah. Beberapa ayat berbicara tentang pemuda, dan ayat berikutnya menyatakan bahwa hanya beberapa pemuda dari bangsanya yang beriman kepada Musa AS:
Maka tidak ada yang beriman kepada Musa, melainkan pemuda-pemuda dari kaumnya (Musa) dalam keadaan takut bahwa Fir’aun dan pemuka-pemuka kaumnya akan menyiksa mereka. Sesungguhnya Fir’aun itu berbuat sewenang-wenang di muka bumi. Dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang melampaui batas (QS Yunus: 83)
Bilakah hati nurani Kaum Muda Maluku Utara terpanggil untuk menyatakan keberadaannya?. Jika kita mau jujur melihat fenomena sosial politik yang meluas dalam tata kehidupan masyarakat, betapa  kaum muda kita telah terserat pada  posisi menghalalkan segala cara demi merebut kursi kekuasaan.  Padahal sejatinya kekuasaan adalah amanat rakyat yang harus tetap dijaga, karena kekuasaan adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan dengan sebaik-baiknya di hadapan Allah SWT.
Kesenjangan sosial yang terjadi di Maluku Utara dewasa ini semakin mengkhawatirkan, bukannya berkurang malah semakin bertambah. Baik kesenjangan yang terjadi dikalangan masyarakat maupun dikalangan elite penguasa. Kesenjangan ini sepertinya tidak akan pernah berakhir apabila kita semua tidak mampu untuk saling menahan diri. Hal ini adalah fenomena klasik dan sudah diprediksikan akan terjadi jauh-jauh hari sebelum provinsi ini mewujud.
Munculnya friksi-friksi baik dikalangan elite penguasa maupun dalam tatanan masyarakat, dikarenakan semua pihak saling meng-klaim merekalah yang benar dan berhak. Suyektifitas kebenaran inilah yang dimaksud Saidina Ali Bin Abi Thalib, kebenaran yang tidak terorganisir kan mudah dihancurkan oleh kebathilan yang terorganisir. Bagaimanakah  kemudian kebenaran yang subyektif tersebut dapat diorganisir, sehingga tidak mudah terprovokasi? Jawabannya, hanyalah dengan kebersamaan visi (pandangan) dan tujuan, baik di tataran elite maupun di kalangan masyarakat.
Fenomena kesenjangan sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat Maluku Utara adalah salah satu variabel dari pudarrnya kebersamaan. Belum lagi persoalan-persoalan baru yang mulai bermunculan, seperti proses pemilu yang mengecewakan dan tata peperintahan yang jauh dari amanat kesejahteraan rakyat. Hal ini akan terus menggelinding seperti bola salju kalau tidak disikapi secara arif. Oleh karena itu, semangat kebersamaan perlu dipupuk kembali baik dalam perkataan maupun perbuatan.
Terkait KNPI yang akan melakukan Musyawarah Daerah,  saya mengharapkan agar kawan-kawan dapat mengedepankan sosialisasi ide dan gagasan untuk terus mengawal jalannya transisi yang sampai kini tidak juga menemukan titik cerah.
Kaum muda Maluku Utara sebagai The backbond of democration paling tidak menurut ikhtibar saya, memiliki tugas dan peran untuk secara proaktif  melakukan hal-hal sebagai berikut:
Pertama: Terus tekun dan tak kenal lelah mengawal proses perubahan yang berlangsung melalui kerja-kerja untuk demokrasi dan terutama untuk kemanusiaan.
Kedua: Terus bekerja keras untuk membela dan menghidupi demokrasi, mendorong tumbuhnya tata pemerintahan dan pengelolaan kekuasaan, yang berdasarkan pada elemen-elemen dasar demokrasi, dengan penekanan pada karakter personal tanggung jawab, baik tanggung jawab secara moral maupun secara hukum.
Ketiga: Berupaya terus-menerus untuk membawa masyarakat Maluku Utara mencapai harkat dan martabat yang lebih baik melalui cara-cara halal, bermoral dan penuh etika untuk maju bersama, membangun tanah dan air yang kita diami sejak nenek moyang ini.
Keempat: Menjadikan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme sebagai musuh bersama, agar cita-cita pembangunan masyarakat adil dan makmur bisa kita capai, dalam suasana kebersamaan dan persaudaraan.
Saya berharap KNPI Maluku Utara mampu menjadi melting pot yang mengakomodasi peran orang Halmahera, Makian, Tidore, Bacan, Obi, Sanana dan dari mana saja.

***
Nenek moyang kita secara arif dan bijaksana, penuh makna sastrawi dan secara sangat indah telah mengajarkan bahwa perbedaan adalah rahmat yang kalau di kelola secara baik akan menjadi keindahan yang tak terkira, hingga patut ditaati dan sebagai contoh untuk ditiru, sebagaimana termaktub dalam sebuah dalil moro yang senagaja saya kutip sebagai berikut:
Ngone doka dai loko
Ahu yo ma fara-fara
Si rubu-rubu yo ma moi-moi
Doka saya rako moi
Semoga Allah menurunkan Rahmat-Nya, sehingga akan muncul kaum muda yang membawa tongkat Musa untuk membelah lautan keserakahan dan keangkuhan para elite. Kaum Muda yang mampu menjadi mesin pendorong bagi perubahan Maluku Utara, ke alamat pelabuhan emas, dimana kebahagian, kesejahteraan dan persudaraan bergandeng-gandeng mesra dari ujung Morotai sampai ke ujung Sula Kepulauan.  Selamat bermusyawarah (*)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar