Minggu, 19 Februari 2017

Salam Paradosa


di dadamu, pernah rahasia kita isyaratkan
sebelum kapal-kapal kau undang untuk berlabuh
di dermaga. para lelaki berkerumun menyusu
pada puting dan liang rahimmu entah yang ke berapa
lalu aku semakin galau menerka cuaca tak terbaca

siang-malam kapal-kapal berlayar mendekat
menambatkan harap. merapatkan hasrat
di dermaga. warna langit dan laut luas
seperti juga biru matamu menawarkan sesat
sedang aku semakin kau hapus di pelupuk kenang
menjadi bayang-bayang pada jarak yang kian membentang

di bilik-bilik gelap, rahasia itu terus kau susun
musim dan kejadian; antara mimpi-mimpi tandus
benteng-benteng menidurkan sejarah
sepanjang angin menghela riak.sedalam nafsu hendak kau teguk
serapuh gunung di dadamu yang tak lagi tegak

di dadamu, dosa-dosa mengapung bagai buih
jejak tangan dan kepala bersilangan tiada kekal
berebut dayung untuk mengayuh di tubuhmu
pada ombak kesekian yang terus melemparkan gelisah
berharap ada yang menetap dari setiap peristiwa
dalam kegelapan hasrat di setiap gerak dan desah nafas
barangkali ada yang bersetia menampung airmata si buyung

namun seperti yang kau tahu. para pelaut tiada berumah di atas dermaga
ketika musim telah datang berganti rupa. satu demi satu kapal-kapal
akan berlayar menuju entah. mencari teluk dan dermaga pemuas hasrat
lalu engkau terdiam sendiri di batas pantai yang kusut masai
menghitung jumlah kapal dan musim-musim yang terlanjur berangkat
memungut sisa umur yang kian berkarat. barangkali juga sekarat

            Ternate, 14 Februari 2017







.